Minggu kemarin ke gereja dan saat kotbah, saya terkesan dengan cerita dari Romo yang memimpin misa mengenai Kucing dan Elang. Alkisah di sebuah hutan hiduplah seekor kucing hutan. Dia berteman dengan para unggas yang ada di hutan tersebut. Kucing tersebut membuat bisnis dengan para unggas yaitu sang kucing menyediakan cacing tanah untuk unggas yang ada di hutan tersebut. Sang kucing menjual cacing itu kepada unggas dengan pembayaran dilakukan melalui sistem barter yaitu sekantong cacing yang disediakan kucing dibarter dengan satu helai bulu sayap dari unggas tersebut. Setiap unggas hanya boleh membeli satu kantong cacing sehari karena sang kucing takut kalau diberi 2 kantong para unggas nanti kecacingan. Salah satu unggas di hutan itu adalah seekor elang yang perkasa, dialah pemimpin para elang di hutan tersebut. Suatu kali sang elang memesan cacing tanah kepada kucing. Saat barter terjadi sang kucing menyerahkan sekantong cacing kepada sang elang dan sang elang kemudian mencabut salah satu buluh sayapnya untuk diserahkan kepada kucing. Sang elang kemudian dengan penasaran mulai makan cacing tersebut dan hmmmm enak banget nih rasa cacing yang disediakan oleh kucing tersebut, sang elang ingin membeli satu kantong lagi namun karena dibatasi akhirnya dia pergi. Kesokan harinya sang elang memesan 1 kantong cacing lagi. Sejak saat itulah sang elang menjadi ketagihan akan lezatnya cacing-cacing yang disediakan oleh kucing tersebut sehingga setiap hari kerjanya menunggu sang kucing membawa sekantong cacing kemudian dibarternya dengan 1 helai bulu sayapnya. Sang elang lupa dengan tugasnya sebagai pemimpin dari para elang di hutannya dan suatu hari saat kucing menyediakan lagi sekantong cacing dan elang mencabut bulunya dan ketika dia selesai melahap makanannya, sang elang baru sadar bulu sayapnya sudah mulai habis dan dia tidak dapat terbang lagi seperti elang yang lain, saat itulah sang kucing menerkamnya kemudian membawa elang tersebut ke tempat para kucing lainnya untuk disantap bersama.
Cerita di atas kontras dengan kehidupan kita sehari-hari, betapa seringnya kita lupa diri karena terbuai oleh nikmatnya menjalankan kesukaan kita. Lupa bahaya dan resikonya, ditutupi rasa yang senang yang timbul dari hal tersebut dan karena sudah terbiasa menjadi otomatis dan susah kita hentikan. Awalnya hanya coba-coba kemudian berubah menjadi suatu kebiasaan. Misalnya merokok, awalnya coba-coba lalu karena merasa enak kita mengulangnnya tanpa kita sadari hal ini akan menggerogoti hidup kita dan tiba-tiba dokter mevonis terkena TBC atau nikmatnya narkoba membuat ketagihan dan tiba-tiba mngalami OD, kebiasaan kita makan-makanan enak yang berkolesterol tinggi sehingga suatu saat tiba-tiba terkena serangan jantung atau stroke. Ini kasus yang ekstrim terjadi, masih banyak kebiasaan lain yang lama kelamaan akan menggerogoti kebahagiaan kita.
Dikantor kita cuek dengan lingkungan sekitar kita, atasan sering marah kepada bawahannya tanpa alasan yang masuk akal, bawahan menjelekan atasannya, saling gosip satu sama lain sehingga menggangu kenyamanan kita sendiri karena aura negatif terasa. Dirumah seringkali berbohong dengan orang tua, istri, suami karena mengganggap masalahnya bukan masalah yang besar. Mulai dari hal kecil lalu berkembang menjadi masalah yang besar lalu dwuaaarrrrr kita jatuh entah di PHK, demosi atau ketidakharmonisan hubungan dalam keluarga.
Kembali ke cerita di atas, elang merupakan binatang yang perkasa, diantara burung matanya sangat awas dan dapat menjangkau jarak yang jauh, terbangnnya tinggi, kalau bersarang memilih tempat di atas pohon yang paling tinggi, terkamannya juga cepat dan ditakuti oleh binatang melata atau binatang lain seperti tikus atau kucing, namun dengan cara yang begitu cerdiknya kucing dapat memperdaya elang. Begitulah proses kebiasaan yang buruk terjadi, pelan-pelan merasuk dalam diri kita dan secara tidak kita sadari dikuasai oleh kebiasaan buruk tersebut sampai suatu saat akhirnya kita jatuh, disitulah baru ada penyesalan.
Diakhir tahun seperti saat ini merupakan waktu yang tepat untuk kembali refleksi diri mengenai kebiasaaan yang saat ini mungkin tidak mengganggu namun kedepannya akan membuat kita terhambat entah kesehatan, keuangan, kehidupan rumah tangga atau pekerjaan. Secara langsung kita tidak dapat berubah namun perlu kesadaran diri untuk memeprhatikan diri kita saat ini. Hal ini akan menjadi pijakan kita untuk lebih mantap menghadap tahun depan dengan optimis.
Sadarilah hal-hal yang secara tidak kita sadari masuk dan menggerogoti diri kita pelan-pelan, kebiasaan yang kalau terus didiamkan suatu saat akan membuat kita jatuh. Mulai dari hal-hal kecil dari rumah kita masing-masing. Cobalah menyadari apa kebiasaan yang menggangu hubungan dengan ayah, ibu, saudara, istri, suami, pacar? Kalau sudah disadari mulailah melihat kebiasaan yang sama pengaruhnya di kantor, di sekolah atau dalam komunitas kita? Mari satu persatu kita perbarui, kita kurangi sehingga lama kelamaan kita menjadi pribadi yang menarik, disukai, dihormati dan tentunya hal ini akan membuka jalan sukses kita.
(Desember Ceria,Cikarang, 08 Desembr 2008)
No comments:
Post a Comment