Siang ini begitu terik, matahari sedang senang memperlihatkan kekuatannya melalui sinarnya yang terang sampai awanpun enggan menghalangi.
Saya keluar dari kantor mencari makan siang sendiri karena rekan-rekan pada sholat jumat. Kebetulan kantorku ini dekat dengan Stasiun Gondangdia sekitar 100 meter berjalan kaki dari kantor dan disana beragam makanan tersedia.
Saya memasuki area lantai dasar stasiun, bau makanan dan lalu lalang orang dan penjual makanan bercampur. Ditenda-tenda tersaji beragam makanan dari gorengan kue, roti, sampai berbagai jenis makanan Indonesia. Saya berencana makan siang di warung Ayam goreng yang menurutku lumayan enak, beberapa kali saya makan di warung itu dan cocok dengan lidahku ini.
Saat memasuki bagian dalam tempat makan ini mataku terpaku pada pemandangan seorang Ibu muda yang berperwakan lumayan besar sedang memarahi putrinya yang mungkin berumur 3-4 tahun. Kelihatannya sang ibu marah dan kesal sekali terhadap putrinya terlihat dari teriakan sang ibu yang begitu kencang, tidak puas hanya dengan berteriak kemudian dia memukul punggung putrinya dengan keras menggunakan tangannya yang besar. Wadoooh tega sekali ibu ini. Sang anak sambil menahan rasa sakit dan dalam kondisi ketakutan lalu lari mengambil sandalnya.
Oh ternyata sang ibu marah karena anaknya meninggalkan sandal di jalan, mungkin sang ibu takut sandalnya hilang. Sambil berjalan ketempat makan yang saya tuju saya merenung, pantaskah sang ibu memukul anaknya hanya karena meninggalkan sandalnya atau mungkin dia punya masalah lalu dilampiaskan ke anaknya? Padahal sandal itu bukanlah barang yang mahal menurutku.
Saya sedikit terenyuh dengan kejadian tadi, anak sekecil itu sudah mendapatkan perlakuan yang keras padahal masih begitu muda dan saya saat makan saya masih saja membayangkan ibu yang begitu emosional tadi dan cara memperlakukan anaknya yang sangat berlebihan.
Kehidupan di tempat ini memang keras diantara beragam orang kantoran seputaran area ini yang sedang makan, berkeliaran juga anak-anak yang menawarkan jasa semir sepatu. Anak-anak yang seharusnya masih SD harus berjuang mendapatkan uang untuk biaya hidupnya. Sementara anak seumuran siswa SMP-SMU dengan suara yang fals dan alat musik seadanya ngamen, lalu yang usianya 20-an - 40-an tahun menjadi tukang ojek dan ada juga yang sudah kakek, nenek membawa plastik kantong hitam yang terbuka dibagian atasnya berkeliling memohon rasa iba /mengemis.
Kehidupan di bawah stasiun ini memang sangat kontras, diseputaran berdiri perkantoran mewah dan para Karyawannya berkumpul, bergurau diantara makan siangnya tentu saja dengan penampilan yang bersih, wangi lalu diseputaran mereka berseliweran juga kehidupan anak-anak yang berusaha mencari makan dengan mengandalkan kemampuan terbatas yang mereka miliki.
Sambil makan saya melihat sekeliling, silih berganti pengamen datang, anak-anak menawarkan semir dan kakek/nenek mendekat membawa kantong plastik. Tempat yang ramai saat makan siang ini menjadi riuh dengan suara pengamen dan gelak tawa Karyawan yang sedang makan.
Selesai makan saya langsung ke area masjid Cut Meutia dan berbaur dengan keramiaian pasar tumpah yang ada setiap hari jumat.
Jakarta, 22 Oktober 2010