Sunday, March 21, 2010

Tim Efektif

Rekan, pernahkah anda memasuki sebuah lingkungan baru dan bergabung dengan tim baru, hmm pasti awalnya kurang nyaman yah. Kalau kita dapat beradaptasi dengan tim baru tentu saja akan membuat kerja menjadi menyenangkan dan kesatuan tim akan lebih terasa. Berbicara mengenai tim kerja yang efektif tentu saja harus dimulai dengan pemahaman tim kerja.

Tim kerja memiliki tujuan yang sama yang dicirikan
1. Perasaan memiliki kelompok /tim yang beridentitas sama pada masing-masing anggota kelompok/tim kerja tersebut
2. Fungsi-fungsi yang saling ketergantungan
( interdepensi )
3. Nilai atau norma yang telah disetujui bersama
Penentuan tujuan atau sasaran bersama, mungkin menjadi tugas pimpinan
Belum tentu mendapatkan persepsi yang sama bagi setiap anggota kelompok/tim kerja maka
- Ketidaksamaan persepsi ini, bila “dibesar-besarkan” akan dapat menimbulkan konflik diantara anggota kelompok/tim kerja
- Maka tujuan bersama, interdependen, norma menjadi dasar merupakan dasar terbentuknya tim kerja yang efektif dan dasar para anggota kelompok / tim kerja untuk secara sukarela bekerja untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Daniel Goleman, pencetus Emotional Intelligent ( EI ) diperlukan 3 kondisi mendasar agar perilaku interaktif dalam sebuah tim tercipta :
A. Kepercayaan
Tingkat saling percaya diantara sesama anggota cukup untuk bisa mendialogkan perasaan dan pemikirannya secara terbuka dan wajar
B. Identitas
Perasaan yang ada pada setiap anggota bahwa mereka masuk dalam sebuah kelompok yang unik dan positif. Perasaan-perasaan ini mendorong self of belonging dan teamness sehingga anggota tim terlibat secara profesional dan emosional
C. Rasa Bangga
Percaya bahwa tim ini dapat berhasil dengan anggota tim yang merasa lebih efektif jika bekerja bersama dari pada bekerja sendiri

Apabila disimpulkan maka tim kerja yang efektif dicirikan dengan :
1. Memiliki tujuan
Sebuah tim kerja harus jelas tujuannya, tidak mudah berbelok arah
2. Mempunyai standar kerja
Menentukan standar kerja yang harus dicapai oleh anggota tim kerja
3. Memberikan kebebasan
Menjaring potensi-potensi yang dimiliki oleh anggotanya dan bebas mengaktualisasikannya
4. Mempelajari tindakan masa lalu,
Belajar dari pengalaman-pengalaman masa lalunya
5. Keputusan Konsensus
Mencapai suatu konsensus dalam pembuatan keputusan
6. Kohesif dan Semangat Kesatuan
Mempunya perasaan yang saling terkait satu sama lain
7. Sinergi Pengalaman
Mengakomodasi seluruh pengalaman-engalaman yang ada
8. Menciptakan Suasana Kerja yang Nyaman
Memberikan rasa aman dan nyaman bagi seluruh anggotanya

Tahap-tahap pembentukan tim kerja ”
A. Forming ( Kesadaran berkolompok )
Ciri-cirinya :
1. Ide-ide sederhana
2. Pokok bahasan umum
3. Menghindari kontroversi
4. Persoalan ringan
5. Umpan balik umum
6. “Klik” anggota yang dikenal
Storming ( gejolak/badai)
Ciri-ciri :
1. Anggota Tim menyadari bahwa tugas lebih sulit dibandingkan yang dibayangkan sebelumnya
2. Anggota tim kemungkinan resisten terhadap tugas dan mulai kembali pada confort zone mereka
3. Keberanian berpendapat
4. Pimpinan diserang
5. Menantang ide-ide
6. Menjadi pendengar berkurang
7. Kasak kusuk
8. Pengunduran diri
9. Pengendoran kerjasama
10. Membela diri

C. Norming ( Penetapan norma )
Ciri-cirinya :
1. Mendengarkan anggota kelompok yang lain
2. Pembakuan metode dan sistem
3. Menerima ide orang lain
4. Sadar untuk BERUBAH
5. Terlibat secara aktif
6. Konflik adalah masalah bersama
7. Pertukaran ide & terbuka terhadap orang lain
9. Muncul kreativitas
D. Performing ( Kesadaran berprestasi )
Ciri-ciri :
1. Fleksibilitas terhadap kontribusi anggota kelompok
2. Muncul keterbukaan dan TRUST
3. Perasaan aman & nyaman
4. Menerima perbedaan pandangan
5. Muncul emosional bank acount
Dimanakah tim kerja anda sekarang berada? di forming, storming, norming atau malah sudah memasuki performing. So mengapa ragu memasuki dan membentuk tim baru, let’s do it.

( di ambil dari materi training yang biasasaya bawakan dalam training Team Building)

Saturday, March 20, 2010

Senduk Rumah Tangga


Ketika 2 orang bersatu dalam komitmen berumah tangga dalam lembaga perkawinan maka jadilah seperti dua buah sendok. Inilah yang disampaikan Romo Agus Murti dalam kotbah membekali 2 teman yang berikrar dalam janji suci Pernikahan. Saya jadi kepikiran mengapa Romo menyampaikan pengandaian dua buah sendok dalam mengambarkan kehidupan perkawinan. Saya langsung membayangkan 2 buah sendok ( saya memiliki kemampuan cukup baik dalam membayangkan ). Saya membayangkan 2 buah berdiri berdekatan dari saling menghadap ke depan, kebelakang, samping kiri atau kanan. Mari bayangkan juga situasi ini dan you know what!!!!, 2 buah sendok apabila berhadapan akan saling menyentuh bagian atasnya nah begitu juga saat disatukan maka kepalanya akan saling mengisi satu sama lain nah kalau berdiri berjejeran juga pasti bagian ujungnya bersentuhan. Bentuk sendok yang membesar di bagian ujungnya akan membuat jarang pada pegangannya tetapi bagian ujungnya akan tetap bersentuhan karena bentuknya lebih besar pada ujungnya.

Ini mungkin yang membuat Romo Agus memberikan wejangan yang sama jika sebuah perkawinan seperti sendok maka akan selalu bersentuhan dan memiliki hubungan batin dan tentu saja hal ini akan membawa pada komitmen kesetiaan suami istri terpelihara. Pada setiap misa Pernikahan nuansa kasih akan menyelimuti sepanjang acara dari bacaan yang diambil, lagu-lagu yang dibawakan hal ini menguatkan saya juga dalam masa kehidupan rumah tanggaku yang masih seumur jagung.

Sunday, March 14, 2010

Piring Hati


Coba kita bayangkan bagaimana kita dapat menikmati makan kalau piring yang digunakan untuk makan masih kotor karena belum di cuci. Saya jadi membayangkan apabila saya dalam situasi seperti ini, pasti tidak akan bisa makan dengan enak bahkan saya tidak akan makan karena menjijikan dan tentu saja tidak sehat dong. Inilah yang dialami anak bungsu dalam perumpamaan Yesus tentang “Anak Hilang” dalam kotbah minggu ini di gereja Matraman. Cerita alkitab yang paling sering dipakai untuk menggambarkan pengampunan dan kebijaksanaan Bapa mengenai kerelaan hati untuk mengampuni seseorang yang sudah menyakiti dan durhaka terhadap ayahnya. Perikop yang menggambarkan ketulusan hati untuk memberi kesempatan kedua kepada orang lain untuk berubah.

Gambaran mengenai piring tadi memperlihatkan situasi hati kita, bagaimana Tuhan dapat masuk kedalam hati kita kalau hati kita seperti piring yang belum dicuci, masih menyisakan banyak sisa makanan. Piring hati kita dipenuhi dendam, kebencian, tidak tulus dan cinta bersyarat kepada sesama kita. Meskipun piring hati kita masih kotor Tuhan tetap memasuki hati kita dan tentu saja piring hati yang memiliki keinginan untuk berubah dan memilih untuk dicuci bersih dengan pertobatan.

Masa Prapaskah ini kesempatan itu, saya sendiripun merasa piring hatiku masih kotor, saya masih menyediakan piring hati yang kotor dengan ketidak tulusan, membenci. Ah betapa tidak berartinya aku. Renungan hari ini membuat aku sadar kekurangku. Mari mencuci piring hati kita dengan bersih sehingga ketika Tuhan menyapa kita Piring hati kita layak untuk diberikan kepada Tuhan. Jakarta, 14 Maret 2010 .