Wednesday, July 17, 2013

Jadilah Contoh Integrity

Hari ini saya gregetan sekali dengan salah satu orang tua siswa magang di perusahaan kami. Saat ini saya menangani siswa magang dari sekolah SMK dan Universitas. Pagi ini salah satu orang tua siswa datang minta ijin anaknya untuk tidak hadir magang selama 2 minggu karena akan ikut tour keluar negeri bersama seluruh anggota keluarga.

Soal ijin saya tidak ada masalah sama sekali dan saya minta ijin dari sekolahnya secara resmi menyatakan siswa tidak masuk magang karena alasan tertentu. Saya berpikir bahwa siswa magang  dititipkan kepada kami untuk dididik dan tetap yang punya otoritas mengajukan ijin yah sekolah. Yang membuat saya gregetan adalah ketika sang ortu meminta saya untuk memberikan nilai yang baik kepada anaknya meskipun tidak masuk. Ortu murid tersebut dengan seenaknya mengasososiasikan hal ini dengan aturan lalu lintas harus pake helm lalu  bias dilanggardan begitu juga anaknya melanggar kesepakatan sekolah dengan perusahaan untuk hadir magang adalah hal yang wajar karena setiap peraturan masih dapat di cari celah untuk bisa dilanggar.

Dalam hati saya membatin, kalau orang tua saja sudah mengajarkan kebohongan dan secara jelas mencoba mencari cara untuk mengelabui nilai anaknya, kasihan banget anaknya menjadi korban ketidak jujuran orang tua. Saya yakin cara mendidik orang tua seperti ini akan berpengaruh pada mental anak dan perilaku anaknya di lingkungan social dan akan menetap menjadi suatu hal yang wajar juga bagi si anak untuk berbohong dan melanggar aturan.

Saya kog yah merasa tipe orang tua seperti ini menjadikan sekolah sebagai cara untuk menghindar dari tanggung jawab mendidik anak dari sisi pembentukan karakter. Asalkan secara financial bisaterpenuhi maka semuanya menjadi tanggung jawab sekolah untuk mendidik anak.

Pada akhirnya saya tetap memberikan pencerahan kepada orang tua siswa tersebut bahwa kami tidak membantu soal nilai karena itu tetap tergantung anaknya dalam pelaksanaan magang apakah sudah memenuhi persyaratan nilai dan ijin tetap sekolahlah yang akan mengajukan secara resmi dengan konsekwensi nilai disiplin kehadiran akan berpengaruh pada siswa tersebut.

Satu pelajaran buat saya sebagai orang tua juga untuk onsisten mengajarkan nilai-nilai dan prinsip yang baik  kepada anak saya. Semoga saya tetap konsisten dengan sikap ini.

Friday, April 19, 2013

SADARLAH

Posting ulang dari note FB Tuesday, December 9, 2008 at 12:37pm
Minggu kemarin ke gereja dan saat kotbah, saya terkesan dengan cerita dari Romo yang memimpin misa mengenai Kucing dan Elang. Alkisah di sebuah hutan hiduplah seekor kucing hutan. Dia berteman dengan para unggas yang ada di hutan tersebut. Kucing tersebut membuat bisnis dengan para unggas yaitu sang kucing menyediakan cacing tanah untuk unggas yang ada di hutan tersebut. Sang kucing menjual cacing itu kepada unggas dengan pembayaran dilakukan melalui sistem barter yaitu sekantong cacing yang disediakan kucing dibarter dengan satu helai bulu sayap dari unggas tersebut. Setiap unggas hanya boleh membeli satu kantong cacing sehari karena sang kucing takut kalau diberi 2 kantong para unggas nanti kecacingan. Salah satu unggas di hutan itu adalah seekor elang yang perkasa, dialah pemimpin para elang di hutan tersebut. Suatu kali sang elang memesan cacing tanah kepada kucing. Saat barter terjadi sang kucing menyerahkan sekantong cacing kepada sang elang dan sang elang kemudian mencabut salah satu buluh sayapnya untuk diserahkan kepada kucing. Sang elang kemudian dengan penasaran mulai makan cacing tersebut dan hmmmm enak banget nih rasa cacing yang disediakan oleh kucing tersebut, sang elang ingin membeli satu kantong lagi namun karena dibatasi akhirnya dia pergi. Kesokan harinya sang elang memesan 1 kantong cacing lagi. Sejak saat itulah sang elang menjadi ketagihan akan lezatnya cacing-cacing yang disediakan oleh kucing tersebut sehingga setiap hari kerjanya menunggu sang kucing membawa sekantong cacing kemudian dibarternya dengan 1 helai bulu sayapnya. Sang elang lupa dengan tugasnya sebagai pemimpin dari para elang di hutannya dan suatu hari saat kucing menyediakan lagi sekantong cacing dan elang mencabut bulunya dan ketika dia selesai melahap makanannya, sang elang baru sadar bulu sayapnya sudah mulai habis dan dia tidak dapat terbang lagi seperti elang yang lain, saat itulah sang kucing menerkamnya kemudian membawa elang tersebut ke tempat para kucing lainnya untuk disantap bersama. 

Cerita di atas kontras dengan kehidupan kita sehari-hari, betapa seringnya kita lupa diri karena terbuai oleh nikmatnya menjalankan kesukaan kita. Lupa bahaya dan resikonya, ditutupi rasa senang yang timbul dari hal tersebut dan karena sudah terbiasa menjadi otomatis dan susah kita hentikan. Awalnya hanya coba-coba kemudian berubah menjadi suatu kebiasaan. Misalnya merokok, awalnya coba-coba lalu karena merasa enak kita mengulangnnya tanpa kita sadari hal ini akan menggerogoti hidup kita dan tiba-tiba dokter mevonis terkena TBC atau nikmatnya narkoba membuat ketagihan dan tiba-tiba mngalami OD, kebiasaan kita makan-makanan enak yang berkolesterol tinggi sehingga suatu saat tiba-tiba terkena serangan jantung atau stroke. Ini kasus yang ekstrim terjadi, masih banyak kebiasaan lain yang lama kelamaan akan menggerogoti kebahagiaan kita.

Dikantor kita cuek dengan lingkungan sekitar kita, atasan sering marah kepada bawahannya tanpa alasan yang masuk akal, bawahan menjelekan atasannya, saling gosip satu sama lain sehingga menggangu kenyamanan kita sendiri karena aura negatif terasa. Dirumah seringkali berbohong dengan orang tua, istri, suami karena mengganggap masalahnya bukan masalah yang besar. Mulai dari hal kecil lalu berkembang menjadi masalah yang besar lalu dwuaaarrrrr kita jatuh entah di PHK, demosi atau ketidakharmonisan hubungan dalam keluarga.

Kembali ke cerita di atas, elang merupakan binatang yang perkasa, diantara burung matanya sangat awas dan dapat menjangkau jarak yang jauh, terbangnnya tinggi, kalau bersarang memilih tempat di atas pohon yang paling tinggi, terkamannya juga cepat dan ditakuti oleh binatang melata atau binatang lain seperti tikus atau kucing, namun dengan cara yang begitu cerdiknya kucing dapat memperdaya elang. Begitulah proses kebiasaan yang buruk terjadi, pelan-pelan merasuk dalam diri kita dan secara tidak kita sadari dikuasai oleh kebiasaan buruk tersebut sampai suatu saat akhirnya kita jatuh, disitulah baru ada penyesalan. 

Diakhir tahun seperti saat ini merupakan waktu yang tepat untuk kembali refleksi diri mengenai kebiasaaan yang saat ini mungkin tidak mengganggu namun kedepannya akan membuat kita terhambat entah kesehatan, keuangan, kehidupan rumah tangga atau pekerjaan. Secara langsung kita tidak dapat berubah namun perlu kesadaran diri untuk memeprhatikan diri kita saat ini. Hal ini akan menjadi pijakan kita untuk lebih mantap menghadap tahun depan dengan optimis.

Sadarilah hal-hal yang secara tidak kita sadari masuk dan menggerogoti diri kita pelan-pelan, kebiasaan yang kalau terus didiamkan suatu saat akan membuat kita jatuh. Mulai dari hal-hal kecil dari rumah kita masing-masing. Cobalah menyadari apa kebiasaan yang menggangu hubungan dengan ayah, ibu, saudara, istri, suami, pacar? Kalau sudah disadari mulailah melihat kebiasaan yang sama pengaruhnya di kantor, di sekolah atau dalam komunitas kita? Mari satu persatu kita perbarui, kita kurangi sehingga lama kelamaan kita menjadi pribadi yang menarik, disukai, dihormati dan tentunya hal ini akan membuka jalan sukses kita.
(Desember Ceria,Cikarang, 08 Desembr 2008)

MEMILIH KATA-KATA POSITIF ATAU NEGATIF

Ini Postingan ulang dari note di Facebook Friday, March 13, 2009 at 11:01pm

Mari kita renungkan, apabila dalam setiap tindakan kita memilih kata-kata yang negatif, maka kata-kata itu akan menempel dan menghancurkan motivasi diri kita sendiri, bahkan lebih parah lagi mungkin juga akan berdampak ke orang lain atau bisa juga beberapa generasi selanjutnya. 

Sebaliknya bila kita selalu memandang positif dan memilih kata-kata yang positif, maka ada pencerahan yang datang secara otomatis yang bisa membangun, mendukung dan meningkatkan motivasi diri. 

Sebenarnya kita sendirilah yang memilih apa yang akan kita ambil untuk diri kita kita dan orang-orang disekitar kita. 

Misalnya ada gelas yang berisi air putih bersih, dan di tangan kanan kita ada kerikil bersih dan di tangan kiri ada kerikil kotor, maka apabila kita masukan kerikil bersih ke dalam gelas itu, maka air tetap berwarna putih, tetapi bayangkan kita masukan kerikil kotor maka gelas akan segera berubah menjadi air kotor dan tidak berwarna putih lagi. Dalam kehidupan kata-kata yang kita gunakan ibarat kerikil, sedangkan air kita ibaratkan sebagai diri kita dan orang-orang dalam kehidupan kita. Apabila kita memilih kerikil kotor yang juga diibaratkan kata-kata negatif maka tidak hanya mencemari diri kita tetapi juga akan mencemari motivasi orang lain disekitar kita. 

Thursday, March 21, 2013

KOQ


Sebulan terakhir ini kata “KOQ” lagi hits dan jadi trending topik di rumah kami. Kalau dari sisi pengertian kata, maka kata ini  adalah kata seru yang menyatakan keheranan. Benar ngga yah he he.

Puteriku yang masih berusia 2 tahn 8 bulan lah yang mempopulerkan kata ini di rumah maupun di luar rumah ketika kami bepergian. Paling banyak memang diajukan di rumah namun kalau kami keluar rumah entah jalan-jalan, ke gereja maka kata “KOQ” ini juga sering muncul sebagai kata awal dari sebuah kalimat Nadine untuk situasi yang belum pernah dilihatnya.

Kata ini sering sekali diucapkan Nadine ketika dia penasaran dan ingin tahu tentang sesuatu, misalnya “KOQ” Papa pegang Handphone? KOQ Mama pake baju itu? Kog kita ke gereja? Kog Nadine pake sandal kalau keluar rumah? Apalagi kalau nonton TV, Kog Dora jalan ke situ? Kog barney goyangnya kayak gitu? Kog kakak ikat tangannya? Atau pas nonton TV sinetron KOQ Om-nya marah-marah?

Selama ini saya mendengar cerita teman-teman saya yang sudah memiliki anak mengenai usia dimana anak-anak mempertanyakan segala sesuatu di sekitarnya. Sekarang Nadine sudah mulai dan tentu saja salah menjawab bisa berabe karena jawaban ini akan menjadi dasar dia untuk menjawab pertanyaan seprti itu dikemudian hari. Saya juga merasakan dan mengalami hal seperti ini dimana salah menjelaskan dan Nadine  mengingatnya dengan jelas.

Saya juga ngga tahu atau ngga sadar dari mana pertama kali  kata itu diperoleh anakku. Tiba-tiba saja muncul dengan kata awal Koq.

Karena saya pernah belajar tentang perkembangan anak, maka saya senang juga Nadine mengajukan pertanyaan dengan awalan Kog. Itu berarti secara umum perekmbangan otaknya berkembang pesat sehingga lebih bisa diarahkan untuk mempelajari hal lainnya dan mampu memhami situasi dan konteks yang ada disekitarnya.

Saya kembali tercengang dengan perkembangan ini, namun tetap dengan yakin memberikan yang terbaik untuk puteriku 

Thursday, February 14, 2013

BINGKAI KEHIDUPAN


Beberapa hari lalu menjadi asisten rekan saya yang jadi pembicara disalah satu sesi motivasi dalam Rakernas salah satu perusahaan. Rekan saya mendapat waktu disiang hari setelah makan siang dengan durasi 2 jam. Rencananya saya dan rekan saya akan melakukan kolaborasi dalam memberikan sesi ini.

Sampai di lokasi kami mempersiapkan diri dengan melakukan pengaturan dan beberapa persiapan untuk acara. Sesi kami didahului sesi debrief dari trainer yang melakukan training Team Building di pagi harinya. Saat memberikan sesi ini sang trainer ternyata tidak lagi memberikan debrief dari games namun memberikan training motivasi yang agak-agak mirip dengan tema kami. Wah gimana nanti reaksi peserta karena kemungkinan akan mendapatkan materi dobel doong.

Ditengah situasi ini saya coba memperhatikan dengan cermat bagaimana Trainer-nya memberikan motivasi. Saya merasa heran dan mengkritisi sendiri, bagaimana kita memberikan dorongan kepada orang lain dengan berpatokan pada kesuksesan dan pengalaman pribadi sang Trainer. Sampe melontarkan kata-kata yang membesarkan keberanian, keberhasilan dan cara yang efektif dari sang  Trainer. Nyatanya tidak ada contoh lain dalam sesi ini selain kata saya berhasil, saya bisa melakukan.

Saya jadi berpikir,  seandainya saja pengalaman Trainer tersebut ibarat bingkai lukisan, maka pengalaman yang dia alami ibarat isi dari bingkai yang berupa foto/lukisan  maka tentu saja sebagai pemilik bingkai dia dapat menyesuaikan ukuran, bentuk foto/lukisan  yang dia inginkan dan sehingga ketika dipasang dalam bingkai cocok, menarik dan serasi. Kalau bingkai tersebut kemudian dipaksakan kepada orang lain, apakah bingkai tersebut  cocok yah dengan lukisan/foto yang dimiliki orang lain??  Mungkin saja beberapa orang cocok karena seleranya sama dengan sang trainer tetapi bagaimana dengan yang lain? Bagimana kaalau foto yang dimiliki oleh peserta lain ternyata ukurannya kecil atau lebih besar dari bingkai? Apakah bijak untuk memaksakan bingkai yang sama untuk semua orang?

Rasanya kog yah seperti memaksakan diri yah. Setiap orang punya cara, pengalaman yang unik untuk sampai  pada situasi dirinya saat ini. So pendekatannya juga disesuaikan dong dengan situasi setiap orang dan even tidak bisa secara spesifik orang perorang setidaknya kita dapat menggunakan cara yang umum, contoh yang universal bukan contoh yang mengagungkan diri sendiri.

Dari pengamatan inilah kemudian kami mengubah sedikit strategi dalam mengisi sesi dan hasilnya sesi singkat kami yang rencananya 2 jam jadi satu jam lebih menginspirasi.  Semoga saya tidak memaksakan bingkai saya untuk pengalaman orang lain. So bagaimana dengan anda?